oleh: zizi hashim
Sejujurnya, ketrampilan Efek Rumah Kaca (ERK) sebagai representasi proses bertumbuh yang sekaligus menjadi pembelajaran bahawa pilihan menjadi 'tidak sederhana' bukan hal yang berbahaya, terpampang nyata di atas pentas megah Zepp Kuala Lumpur pada tanggal 25 Oktober 2024 yang lalu. Konsert 'Di Udara Kuala Lumpur Live At Zepp KL' bermula dari cara menggapainya, sajian panggung, senarai setlist lagu sehinggalah mesej-mesej ERK yang diketahui memberi perkaitan penting dalam keadaan sosial dan politik semasa sukses menghimpun sekitar 1,200 peminat setia.
Jam 8 malam sudah tepat melihat Bayangan menjejak pentas untuk band mukadimah pembuka tirai 5 lagu bergenre Neo-Folk, antaranya berjudul "Rebah", "Seberang Sana" dan "Pahit Manis". Pada ketika muzik rakyat yang jujur tampak seperti kurang wakil, Fikri Fadzil mempergunakan Bayangan sebagai alter-ego untuk meneruskan obor tersebut. Dengan suara yang bersahaja dan lirik yang samar, Bayangan menyentuh pokok bahasan kehidupan di perkotaan Malaysia kontemporari, mulai dari hubungan peribadi sehingga isu-isu sosial. Bayangan telah menciptakan kreativiti dan semangat ke dalam karya mereka.
Usai Bayangan berlagu, adrenalin energi di Zepp KL melonjak naik seiring persiapan panggung khas untuk Efek Rumah Kaca. Antisipasinya terlihat jelas, dan ketika mereka akhirnya naik ke pentas, penonton mulai gemuruh bersorak sorai. Bermula dengan nada memukau, menawan hati semua orang dengan setiap lagu, saya terkesima menyaksikan partisipasi penonton terlibat sepenuhnya. Bernyanyi bersama dan bergoyang mengikuti setiap ritma. Alunan akustik yang sangat sempurna bergema indah memenuhi ruangan Zepp KL lewat lagu ''Melankolia'' introduksi yang membantu membangun mood dan suasana.
Sebagai band yang tertubuh sejak 23 tahun lalu, sememangnya Efek Rumah Kaca sudah handal menjayakan konsert yang bagus dari pelbagai aspek teknikal, tata panggung dan tata suara. Persembahan mereka semakin nyaman dinikmati secara visual saat memperdengarkan harmonisasi indah di perantara transisi lagu-lagu ''Putih'', ''Hujan Jangan Marah'', ''Seperti Rahim Ibu'' dan ''Banyak Asap''. Tata lampu yang memancarkan cahaya warna merah membuat momentum terasa hidup, mengubah tingkat pengalaman konsert menjadi lebih imersif dan mengasyikkan.
Lagu ''Fun Kaya Fun'' dan ''Ballerina'' adalah seleksi selanjutnya yang cukup akrab di telinga di mana khalayak auto ikut bernyanyi. Efek Rumah Kaca menambah nuansa muzikal dengan memanfaatkan teknologi baru, memperkaya rasa membuat penonton terbawa dengan mesej lagu tersebut. Ekspresi emosi bergetaran menyentuh jiwa raga rohani di atas panggung gigantik bertemankan orang pragmatik dengan kimia yang epik tetapi robotik. Yang meronta di lantai dansa berhamburan pada nada ''Kau Dan Aku'', ''Biru'' dan ''Mosi Tidak Percaya'' santai menikmati bersama.
Dari atas pentas, sesekali Cholil Mahmud selaku vokalis menyapa penonton. Pemuzik kelahiran Jakarta yang kini berusia 48 tahun itu mengajak penonton mengeksplorasi muzik dan mengusung gema semangat konservasi. Khalayak bertepuk tangan tanda apresiasi untuk ERK persis senikata ''Di Udara'' simbolik pada hasil karya yang tidak akan pernah mati dan takkan berhenti. Hiruk pikuk dan kebersamaan antusiastik diraikan meriah dalam gelombang irama ''Bersemi Sekebun'' dan ''Lagu Kesepian'' yang begitu spiritual. Lirik dan melodi sudah membawa tenang diperkuatkan lagi oleh tata cahaya yang artistik.
Menerjang imbas bencana tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 lewat lagu ''Desember'' yang sangat pilu dan berat, selain Cholil Mahmud (vokal/gitar), Adrian Yunan Faisal (gitar), Airil Nur Abadiansyah (bass) dan Akbar Bagus Sudibyo (dram) menitip pesan agar semua manusia tetap tegar menghadapi apa jua bentuk cubaan yang mendatang. ''Manifesto'', ''Kamar Gelap'' dan ''Insomnia'' melengkapi malam menjadi lebih magis dan mistik. Begitu intim dan dekat.
Sehinggalah lagu yang saya tunggu-tunggu ''Sebelah Mata'' berkumandang, ERK cerdik menggabungkan lirik kompleks dan berat dengan muzik alternatif yang menarik dengan 'cangkuk' yang mencuri tumpuan. Vokal Cholil menjadi daya tarik tersendiri apabila banyak dipengaruhi oleh Jeff Buckley dan Thom Yorke membuat nama mereka begitu fenomena di Indonesia. Atmosfera banyak lapisan muzik dilakukan dalam tingkat produksi sempurna berdurasi sekitar 2 jam konsert berlangsung dengan sejumlah 22 lagu dipersembahkan.
Cholil dengan suara perlahan memberitahu 1,200 penonton setia bahawa ''Cinta Melulu'' adalah lagu pamungkas pada malam itu. Tidak lama sebelum itu, serangkaian komunikasi interaktif diterjemahkan melalui lagu-lagu ''Jalang'', ''Heroik'' dan ''Laki-Laki Pemalu''. Set diskografi Efek Rumah Kaca memasukkan ciri khas mereka dengan sentuhan muzik yang telah melekat di halwa telinga. Terdengar segar dalam interpretasi masing-masing, menghipnotis penonton sekaligus mencipta ilusi ruang waktu dan dimensi permainan warna dan visual.
Menjelang ''Cinta Melulu'' khalayak kian mendekat ke hadapan pentas. Saya yang beruntung dapat menyaksikan konsert menyenangkan ini, mencari posisi enak untuk sama-sama sing-along pada lembaran lirik yang menjadi santapan terakhir. Intimasi konsert menemui ekspektasinya. Sensasi malam itu terasa berbeza meski penat pulang bekerja di hari Jumaat, tidak hanya saya, khalayak hadir dengan kekuatan penuh. Menjadi sebahagian dari perayaan ERK, menari dan bernyanyi bersama terasa sempurna, hadiah dari malam yang tak terlupakan.